Misi mencuri poin dari ibukota berhasil dilakukan anak asuh Tavares. Dari depan mata puluhan ribu Jakmania, PSM harus puas dengan hasil imbang. Hasil yang patut disyukuri mengingat yang dihadapi adalah runner up musim lalu ditambah lagi rekor buruk tak pernah menang PSM atas Persija sejak Liga 1 bergulir 2017 lalu masih terus membayangi.
Laga ini menjadi sangat riuh karena ada yang tak biasa yang ditampilkan pasukan Ramang di atas padang. Rebahan dan guling-guling menjadi highlights paling jelas dari laga dengan intensitas tinggi itu. Kenapa ini bisa terjadi? Apakah ini bagian dari taktik Tavares? Semoga saja tidak.
Jika ini bagian dari taktik, Tavares pelan-pelan akan membunuh permainan paling indah di muka bumi ini. Terus mengapa itu bisa terjadi? Kalau pakai analisa sotoy penulis, persiapan PSM musim ini memang agak berbeda dengan musim lalu. Di musim lalu Tavares punya waktu dua bulan dalam mempersiapkan tim ,jadi Tavares punya waktu yang cukup menyusun program latihan. Fisik tentu saja menjadi cakupan utama menjadikannya prioritas awal sebelum masuk ke sisi taktikal.
Musim ini PSM hanya punya waktu sebulan, tidak lebih tidak kurang. Belum lagi adanya playoff untuk Liga Champions Asia melawan Bali United yang bisa saja membuat program pre season menjadi berantakan. Fisik yang belum 100% kembali tapi sudah harus dipaksa melahap program taktikal. Jadi kalau melihat apa yang terjadi di GBK senin lalu, jika kita asumsikan acara rebahan dan guling-guling itu bukan bagian dari taktikal, maka korelasinya ke fisik yang memang belum kembali. Membuat pemain gampang jatuh dan keram.
Bagaimana kalo ini bagian dari taktik? Bisa saja ini terjadi, Tavares yang mengetahui fisik anak asuhnya yang masih megap-megap mau tidak mau memaklumkan apa yang terjadi di atas lapangan. Tapi semoga saja penulis salah, karena kalau ini bagian dari taktik dari seorang Tavares, sungguh sebuah ironi. Dari beberapa video Tavares di Youtube saat sesi teamtalk dia datang dengan sangat berapi-api, Tavares selalu meng-encourage pemainnya untuk memberikan bukan saja 100 persen tapi kalo perlu lebih. Sudut pandangnya yang mengutamakan suporter yang datang untuk mendukung terasa sangat naif jika memang benar soal rebahan ini bagian dari taktik.
Sekali lagi jika dan jika ini bagian dari taktik, Tavares yang acap kali mengeluhkan soal kinerja wasit sepanjang musim lalu, dengan mengatakan bahwa sepakbola kita akan jalan di tempat jika wasit tak becus bekerja seakan menunjuk ke diri sendiri jika Tavares memaklumkan rebahan dan guling-guling para pemainnya. Karena jika memang iya, Tavares sendiri yang merusak sepakbola itu sendiri. Mestinya kita sepakat bahwa praktik “culas” Mengulur waktu dengan rebahan di atas lapangan tak perlu lagi ada. Seperti Thomas Doll bilang mari bertarung sebagai laki-laki di atas “pentas”,jangan menjadi seorang pengecut.
Akhir kata kick racism from football.