Ada hal yang menarik dalam penggalan wawancara Bernardo Tavares setelah PSM berhasil mengalahkan Madura United dengan skor 3-1 di Gelora Ratu Pamelingan, Pamekasan (31/3) kemarin. Dalam kesempatan tersebut ia menyebutkan “Difficult times create strong men, and strong men create good times”. Kata-kata tersebut merupakan sebuah quote populer yang pertama kali dicetuskan oleh Michael Hopf, seorang veteran marinir AS yang juga seorang penulis buku best-seller “Those Who Remain”, yang sangat relevan untuk menggambarkan pencapaian PSM di musim ini.
PSM Makassar adalah salah satu tim yang telah mengalami masa-masa sulit dalam dua tahun terakhir. Setelah berhasil menjuarai Piala Indonesia pada tahun 2019, posisi PSM cenderung mengalami penurunan di klasemen Liga 1 2019 dan 2021/2022. Namun, mereka berhasil bangkit dan meraih keberhasilan dengan menjuarai Liga 1 tahun 2022/2023. PSM bukan hanya menjadi tim yang kuat, tetapi juga memberikan inspirasi bagi banyak orang untuk tidak menyerah pada masa-masa sulit.
Tidak ada ekspektasi lebih bagi PSM di awal musim. Target musim ini hanya “lebih baik dari musim sebelumnya”, di mana mereka hanya berjarak dua poin dari jurang degradasi. PSM juga ditinggal beberapa pemain bintangnya, sehingga mereka harus mengandalkan pemain akademi dan pemain-pemain baru yang relatif asing terdengar di telinga para suporter. Isu krisis finansial dan tunggakan gaji sayup-sayup masih terdengar. Stadion satu-satunya di kota Makassar telah dirubuhkan, sehingga PSM terpaksa harus menjalani laga kandang di kota Pare-Pare. Apalagi PSM harus menjadi wakil Indonesia pada kompetisi AFC Cup, sehingga tim dipersiapkan dalam waktu yang relatif singkat. Kombinasi “difficult times” tersebut menumbuhkan pesimisme terhadap kiprah PSM musim ini, baik di kalangan supporter maupun para pengamat sepakbola tanah air.
Kondisi “difficult times” ini bukan semata-mata hanya memberikan kesulitan, tetapi juga memberikan ruang bagi PSM untuk berkembang menjadi lebih tangguh dalam menghadapi berbagai rintangan. Perlahan-lahan, “difficult times” tersebut mulai membentuk “strong men” yang mampu membungkam nada pesimis para pengamat sepakbola tanah air. Ramadhan Sananta dan Yance Sayuri mendapatkan debutnya di timnas senior tahun ini. Dzaki Asraf dan Victor Dethan dipercaya oleh STY untuk mengisi timnas U-20. Nama-nama seperti Yakob Sayuri, Akbar Tanjung, Reza Arya Pratama, Agung Mannan, hingga Ananda Raehan terus mencuri perhatian dan menjadi perbincangan para pemerhati sepakbola nasional. Yuran Fernandez, Kenzo Nambu, dan Everton secara bergantian menuai pujian dari para suporter, dan tentu saja Wiljan Pluim yang penampilannya seperti ‘terlahir kembali’.
Para “strong men” ini kemudian menciptakan serangkaian hasil positif yang menjadi “good times” bagi para pencinta PSM. Rangkaian “good times” dimulai dari keberhasilan PSM melaju hingga final AFC Cup Zona ASEAN, di mana pencapaian tersebut menjadi rekor terbaik bagi klub asal Indonesia sejak kompetisi berganti format pada tahun 2015. Capaian cemerlang tersebut terus berlanjut di Liga 1 2022/2023. Hingga pekan 33 musim ini, PSM menjadi salah satu tim yang paling sedikit kebobolan dengan 28 gol, di mana musim lalu PSM harus kemasukan 41 gol. Selain itu, PSM menjadi tim terproduktif kedua dengan 60 gol, meningkat hampir dua kali lipat dari capaian gol musim lalu. Performa konsisten juga ditunjukkan tidak hanya pada laga home, tapi juga pada laga away sehingga PSM baru menelan kekalahan sebanyak 3 kali sejauh ini. Puncaknya, PSM berhasil memastikan gelar juara untuk kedua kalinya setelah penantian 23 tahun dengan masih menyisakan dua laga di tangan.
Keberhasilan para “strong men” dalam menciptakan “good times” ini tidak lepas dari peran pelatih Bernardo Tavares. Di tengah kondisi “difficult times” dan segala keterbatasan, ia berhasil meracik tim yang tangguh dan tampil baik secara konsisten. Kombinasi ketahanan fisik, kejelian taktik, kedekatan secara personal, serta motivasi yang selalu berhasil membakar semangat tim merupakan kunci bagi PSM untuk tetap konsisten meraih hasil maksimal di setiap laga. Kepercayaan penuh juga diberikan bagi para pemain muda, yang tentunya merupakan kesempatan langka di tengah ketatnya persaingan Liga 1. Selain itu, para pemain juga bekerja keras tanpa mengeluh, seperti yang diungkapkan Wiljan Pluim pada wawancara setelah pertandingan menghadapi Madura United (31/3) kemarin. Hal-hal tersebut menjadi modal bagi PSM dalam menciptakan “good times” yang saat ini kita nikmati bersama.
Tantangan selanjutnya: mempertahankan “good times”
Quote “Difficult times create strong men, and strong men create good times” yang disebutkan oleh Tavares tidak berhenti sampai di situ saja, namun masih dilanjutkan dengan “good times create weak men, and weak men create difficult times”. Quote tersebut tidak hanya menggambarkan kondisi PSM saat ini, namun juga menjadi pengingat bagi PSM di musim selanjutnya.
Meskipun saat ini PSM Makassar sedang menikmati “good times”-nya setelah meraih juara Liga 1 2022/2023, namun mereka harus tetap waspada agar tidak terlena. Kemenangan yang diraih bukanlah hasil dari keberuntungan semata, melainkan merupakan hasil dari kerja keras dan tekad yang tinggi. Filosofi bermain dan budaya siri’na pacce harus tetap dipegang teguh oleh tim. Oleh karena itu, mereka harus tetap fokus dan berkomitmen untuk terus mempertahankan kualitas dan prestasi yang telah dicapai.
Selain itu, sepak bola adalah olahraga yang sangat dinamis. Musim ini memang secara resmi belum selesai, tetapi tidak ada salahnya untuk mengantisipasi beberapa risiko yang menanti di musim depan. PSM harus mempertahankan gelar di tengah gempuran lawan yang semakin meningkat kualitasnya. Para “strong men” yang tampil cemerlang mulai “digoda” oleh klub lain. PSM juga harus kembali berlaga di Asian Champions League atau AFC Cup, serta risiko taktik yang dapat diantisipasi oleh lawan harus menjadi perhatian yang lebih bagi PSM di musim depan. Selain itu, ekspektasi suporter pasti akan meningkat seiring pencapaian ‘ajaib’ PSM di musim ini. PSM harus tetap beradaptasi dan tidak berpuas diri agar dapat bersaing di level yang lebih tinggi lagi.
Dalam dunia sepak bola, “good times” tentu tidak akan selalu bertahan selamanya. Ada saatnya sebuah tim akan mengalami masa-masa sulit dan tantangan yang berat. Untuk mempertahankan “good times” tersebut, tidak ada mantra yang lebih pas selain apa yang sering dilontarkan oleh Tavares – Stay Humble!