Sedikit lagi membawa PSM Makassar menjuarai Liga 1 dengan hanya menderita dua kekalahan saja hingga pekan ke-30, seharusnya Bernardo Tavares berhak jemawa. Sebaliknya, ‘Daeng Beta’ selalu memilih untuk stay humble. Seolah mantra yang efeknya masih terus menggema hingga akhir musim, seluruh anggota tim dan pecinta PSM selalu diingatkan untuk senantiasa rendah hati. Perjuangan belum selesai.
Tetaplah rendah hati! Itulah pesan pelatih berkepala plontos asal Portugal ini di setiap postingan media sosialnya. Tavares sepertinya tahu persis bahwa sikap besar kepala adalah musuh utama para pesepak bola. Layaknya cabang olahraga lain, sepak bola memang dimainkan secara fisik. Namun, aspek psikologis menjadi faktor tak terpisahkan.
Dele Alli, Bojan Krkic, dan beberapa nama lain pernah diprediksi akan menjadi pemain besar tapi akhirnya gagal memaksimalkan potensi mereka. Penyebab utamanya memang beragam faktor, tapi terlalu cepat puas kemungkinan besar merupakan satu di antaranya. Contoh-contoh yang lebih dekat sebenarnya bertebaran di persepakbolaan Indonesia, tapi rasanya tak enak menyebutkan nama mereka di sini.
Dengan ‘mantra’ stay humble, Tavares seolah ingin mengingatkan para pemain PSM siapa mereka di awal musim kompetisi 2022/23. Ramadhan Sananta dan Yance Sayuri adalah alumni Liga 3 yang baru semusim mencicipi sedikit waktu bermain di Liga 1. Agung Mannan dan Akbar Tanjung di awal musim pernah diledek sebagai pemain berkualitas level bawah bahkan oleh pendukung PSM sendiri. Reza Arya Pratama, Ricky Pratama, Ananda Raehan, Dzaky Asraf merupakan alumni akademi PSM yang masih mentah dan minim pengalaman. Yuran Fernandes, Everton Nascimento, dan Kenzo Nambu berupa nama-nama asing yang di awal musim masih benar-benar… asing. Sisanya, nama-nama lumayan terkenal seperti Wiljan Pluim, Muhammad Arfan, dan Yakob Sayuri yang secara psikologis masih babak belur akibat nyaris terdegradasi pada musim 2021/22 lalu.
Tak banyak yang bisa dibanggakan dari pasukan Juku Eja ketika Tavares mengambil alih kemudi. Nyaris tak ada juga yang memprediksi mereka akan berbicara banyak di liga maupun kompetisi AFC di awal musim. Meski demikian, Tavares terlihat tak peduli dengan cibiran banyak pihak. Ia justru selalu mengajak segenap elemen PSM untuk selalu berkaca ke titik awal ini.
Hanya butuh kurang dari setengah musim bagi Tavares untuk merebut hati pra pecinta PSM. Hilang sudah kenangan buruk musim lalu ketika kombinasi Milo Seslija dan Joop Gall nyaris menyeret nama besar PSM ke jurang degradasi. Aura pesimisme serba keterbatasan yang disebabkan minimnya fasilitas dan dukungan pemerintah setempat kini menjelma gairah membara.
Lihatlah bagaimana para pemain berstamina loyo musim lalu kini menjadi sebelas prajurit yang tak kenal lelah selama 90 menit. Talenta-talenta muda juga tak berhenti bermunculan, dari Ananda hingga Victor Dethan, semua sudah menjalani momen mengesankan di musim kompetisi 2022/23 ini. 16 dari 18 peserta Liga 1 sudah takluk di tangan Juku Eja sejak kompetisi ini bergulir pada Juli 2022. Hilal gelar juara liga domestik seolah enggan menghampiri Sulawesi Selatan selama lebih dari dua dekade kini sudah makin jelas terlihat.
Namun kita perlu ingat, Tavares dan para pemain PSM tetaplah manusia biasa. Segigih-gigihnya mereka berjuang, kekecewaan dan air mata tak terhindarkan ketika Kuala Lumpur City FC mengakhiri perjuangan PSM di final zona ASEAN AFC Cup. Selepas laga, Tavares yang biasanya berapi-api saat itu hanya berujar lemas di sesi konferensi pers.
“Saya sedih melihat para pemain & staf menangis di ruang ganti. Mereka punya mimpi besar, tapi kekalahan ini membuat mereka terjaga. Sekarang mereka sudah terjaga tapi masih bermimpi…”
Mungkin berkaca dari pengalaman mimpi yang terhenti itu, Tavares pun sering mengulang-ulang kata-kata ‘stay humble’! Tetaplah rendah hati. ‘Mantra’ itu mengembalikan ke titik awal bahwa tim ini belumlah apa-apa. Rasa kerendahhatian ini pada akhirnya menjadi pelekat antarpemain. Semua elemen skuat sangat solid, tak peduli apakah dia maestro dari benua biru atau pemuda kemarin sore yang baru promosi dari tim junior atau eks pemain liga divisi bawah semusim berseragam PSM. Semua pemain hanya berusaha menikmati laga demi laga, mengkomplitkan operan demi operan, mengonversi setiap kesempatan menjadi gol, dan mengamankan poin demi poin hingga akhir musim.
Terlihat jelas, Pluim mulai sering tersenyum lebar, bukan hanya setelah sukses mencetak gol, melainkan juga setiap umpan matangnya dikonversi menjadi gol oleh Sananta dan lain-lain. Arfan mulai bertransformasi dari ‘kepompong’ menjadi pemain senior taktis penguasa lini tengah. Yakob dan Yance Sayuri bergantian memesona kita dengan aksi-aksi mencengangkan mereka. Reza, si kiper cadangan mati beberapa musim terakhir, kini berpeluang memecahkan rekor tanpa kebobolan di level tertinggi liga. Jika sudah banyak pertunjukan yang membuat bangga begini, pada akhirnya gelar juara hanyalah bonus.
Stay humble. Tetaplah membumi. Prinsip ini sekaligus pengingat bagi seluruh penggemar PSM. Boleh berharap setinggi langit, tapi ekspektasi yang ketinggian berpotensi mendatangkan penderitaan luar biasa ketika kita kembali terempas ke bumi. Ingat, kita pernah berada di situasi ini pada tahun 2003, 2004, 2017, dan 2018. Maka, sepertinya lebih baik kedua kaki kita tetap di bumi saja tapi kepala kita terus mendongak, dengan mimpi-mimpi besar sebagai penggerak.
Obrigado. Terima kasih Coach Tavares, karena telah mengajarkan kami untuk berani bermimpi lagi, sekaligus mengingatkan kami untuk terus rendah hati dalam prosesnya.