Tavares memang belum membuktikan apa-apa di liga namun perempat final Piala Presiden dan melaju ke babak final zona ASEAN di AFC Cup cukup bisa memberi harapan bahwa PSM Makassar bisa jadi ada di tangan yang tepat. Kebijakan manajemen atas transfer pemain yang mengerutkan dahi lantas bisa tertutupi dengan rasa optimisme yang besar ketika Tavares datang. Dan rasa optimisme itu sepertinya berkelindan jalan dengan apa yang ditunjukkan PSM Makassar di bawah kendali pria Portugal ini.
Belum sempurna memang namun apa yang ditunjukkan dan yang tertera di lapangan membuat kita sadar bahwa pengalaman dan latar belakang Tavares selama ini jelas memberikan pengaruh. Dengan skuad semenjana bin seadanya, Juku Eja pelan-pelan dibawa kedalam karakter bermain yang dia mau. Kedatangannya ke Indonesia tidak saja membawa filosofi sepakbola yang dia anut namun sepaket dengan sistem bermain. Selama bertahun-tahun PSM Makassar bermain dengan formasi “zona nyaman” 4-3-3, secara radikal Tavares mengubahnya ke sistem “klasik” 3-5-2 dan turunan-turunannya. System bermain yang pernah jaya di era 2000an ini kembali dibawa dan diperkenalkan Tavares kepada publik sepakbola Indonesia, tentu saja dengan sentuhan yang lebih modern. Seperti ada kecendrungan memang bahwa trend sepabola Indonesia akan kesana, Shin Tae Yong beberapa kali menggunakan formasi itu di Timnas, dan yang terbaru tentu saja Thomas Doll di Persija dan Milla di Persib.
Di luar persoalan taktikal, pengaruh mantan pelatih Benfica youth ini sangat terasa di persoalan hubungan antar manusianya, antara dia dan para pemain-pemainnya. Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa human relationship menjadi salah satu faktor penting dalam membangun keberhasilan sebuah tim dan Tavares memiliki itu. Tavares seorang man managerial, sebagai motivator, sebagai bapak buat anak asuhnya. Kepercayaan diri pemain-pemain muda yang selama ini telah menghiasi line up PSM tentu saja didapat dari sentuhan humanis yang ada dalam diri Tavares. Kesadaran dia bahwa pemain-pemainnya bukan top tier di Indonesia tampak tak dipedulikan, sesekali mengeluh bahwa dia masih memerlukan pemain yang berkualitas sangat bisa dipahami, but show must go on, kerja kerasnya semenjak dia datang ke Makassar mulai perlahan terbayar. Anak asuhnya sudah mampu bermain sesuai kapasitasnya. Sayuri bersaudara tampak terdevelop dengan sangat baik. Erwin Gutawa yang acap kali grasak grusuk dalam bermain perlahan menunjukkan kedewasaan. Dzaky dan Ananda Raihan yang notabene nya datang dari akademi, tampak tak canggung bermain di match-match penting.
Gestur yang selalu postif dan sangat ekpresif jadi cerita lain dari pria 42 tahun ini. Dalam beberapa kesempatan konfrensi pers baik sebelum dan sesudah pertandingan, Tavares datang dengan penjelasan detail soal apa yang dirasakannya. Tak akan ada pernyataan-pernyataan template yang akan kita temui seperti yang selama ini banyak kita dengar. Namun yang jauh lebih penting adalah, dia selalu berdiri membela anak asuhnya, he stand to his player, always. Dia selaku pemikul tanggung jawab dari kesalahan-kesalahan pemainnya dan yang paling penting adalah penekanannya bahwa orang-orang Makassar khususnya para supporter harus bangga memiliki PSM Makassar, it’s kinda heartwarming and touching tho. Jadi kalau ada hal yang patut disyukuri terlepas apa yang akan terjadi di musim ini adalah keberadaan Tavares di Makassar.
Thanks god Tavares is red, hope going well coach…EWAKO