Secara historis, PSM Makassar adalah klub tertua di Indonesia. PSM berdiri sejak tahun 1915. Hingga usia 107 tahun perjalanannya, PSM telah beberapa kali mencatat tinta manis dalam belantika sepak bola nasional. Dalam catatan sejarah, PSM pernah meraih juara perserikatan sebanyak 5 kali (1956/1957, 1958/1959, 1964/1965, 1965/1966, 1991/1992), 1 kali juara liga Indonesia (1999/2000), 1 kali juara piala Indonesia (2018/2019), PSM juga tercatat sebagai klub yang meraih titel runner-up liga Indonesia terbanyak yakni sebanyak 5 kali, selain itu PSM juga tercatat sebagai salah dua klub di Indonesia yang tidak pernah terdegradasi dari kasta tertinggi kompetisi sepak bola nasional.
Dalam perspektif prestasi dan historis, dapat dikatakan PSM adalah salah satu klub besar di Indonesia. Klub tradisional yang lekat dengan kejayaan dan gelar juara. Sayangnya, catatan kejayaan PSM tersebut hanyalah romantika kisah masa lalu, yang terpenting tetaplah prestasi dan eksistensi masa sekarang. Lalu bagaimana prestasi dan eksistensi PSM saat ini?
Berkaca dari musim lalu, PSM nyaris saja terdegradasi dari kasta tertinggi untuk pertama kalinya sepanjang sejarah. Sepanjang berjalannya liga musim lalu, skuad Juku Eja terseok-seok di papan bawah. Nasib Juku Eja di kasta tertinggi bahkan ditentukan hingga pekan terakhir. Hingga akhirnya finis di posisi 14 dari 18 kontestan liga, jelas posisi yang sangat tidak selayaknya ditempati oleh klub sebesar PSM.
Menurut hemat penulis, faktor terkuat yang menyebabkan skuad PSM terseok-seok pada musim lalu adalah faktor teknis, dalam hal ini materi pemain. Tanpa mengurangi rasa hormat, materi pemain PSM musim lalu memang bukan materi pemain papan atas apalagi materi juara, sangat jauh.
Minimalisnya materi pemain PSM musim lalu tentu memiliki afiliasi erat dengan kemampuan finansial klub. Atau bahasa sederhananya, manajemen PSM tidak memiliki finansial yang cukup untuk membangun skuad juara atau setidaknya papan atas. Perlu dipahami, di era sepak bola moderen atau industri sepak bola, prestasi klub tidak lagi ditentukan oleh pollitical will pemerintah daerah melalui kucuran melimpah dana APBD, namun ditentukan oleh kemampuan manajerial perusahaan yang menaungi klub, dalam hal ini PT (Perseroan Terbatas) untuk meraup keuntungan finansial, dimana keuntungan finansial tersebut kemudian salah satunya digunakan untuk membangun skuadnya dengan materi pemain berkualitas. Contoh empirik, koherensi antara profesionalisme pengelolaan perusahaan (finansial) dan prestasi adalah Bali United. Juara dua musim beruntun liga 1 Indonesia.
Artinya, orientasi dan prinsip fundamental klub di era sepak bola moderen adalah bisnis/keuntungan (karena berbentuk PT). Oleh sebab itu, prasyarat dasar sebuah klub untuk berprestasi adalah memiliki manajerial perusahaan yang sehat dan profesional. Dengan memiliki sistem manajerial yang sehat dan profesional, maka perusahaan akan dapat menghasilkan keuntungan finansial yang besar.
Keuntungan finansial tersebut adalah basis sustainable klub, yang secara praktis kemudian dapat dialokasikan untuk membangun sistem pembinaan usia muda dan fasilitas klub (jangka panjang) serta membangun skuad juara dengan materi pemain berkualitas (jangka pendek). Jadi secara logika, untuk membangun klub yang berprestasi, maka sistem manajerial perusahaan klubnya dahulu yang harus diperbaiki.
Perusahaan harus kreatif dan progresif untuk memaksimalkan pundi-pundi pendapatan klub. Oleh sebab itu, jika kita para suporter PSM ingin melihat skuad Ramang kembali berprestasi, maka kritik substantif dan masukan konstruktif kepada manajemen atau perusahaan klub adalah hal yang harus senantiasa kita dengungkan.
Musim ini, materi pemain PSM terlihat tidak ada perubahan berarti dari musim lalu. Skuad banyak diisi oleh pemain-pemain medioker. Sinyalmen ini menandakan finansial klub sedang tidak baik sebagaimana musim lalu. Berkaca dari situasi dan kondisi tersebut, maka ada 2 indikasi yang menjadi alarm bahwa skuad Juku Eja pada kompetisi musim ini akan rentan dan rawan terjerembab dalam jurang degradasi.
Pertama, faktor internal. Yakni faktor teknis terkait materi pemain yang tidak ada perubahan konstruktif dari skuad musim lalu. Kedua, faktor eksternal. Klub-klub lain terlihat sibuk dan serius mempersiapkan skuadnya untuk meraih prestasi optimal, tidak ada klub yang tidak serius menatap kompetisi liga 1 musim ini sebagaimana yang terjadi pada musim lalu (Persiraja misalnya), artinya lawan-lawan yang akan dihadapi skuad Juku Eja pada musim ini akan lebih berat dari musim lalu.
Akan tetapi, alarm ancaman degradasi musim ini bisa saja hanya sekadar menjadi sinyalmen belaka, apabila skuad minimalis PSM musim ini bisa membangun kolektifitas dan skuad yang solid dengan racikan strategi yang cerdik dari juru latih. Atau bisa juga dengan penambahan materi pemain baru yang berkualitas di pertengahan musin mendatang untuk memperkuat skuad.