Seri pertama BRI Liga1 sudah berakhir minggu lalu dengan Bhayangkara sebagai pemuncak klasifika, sedang PSM berada di tengah tabel,posisi ke 7. Hasil dari dua kemenangan, 3 imbang dan sekali kekalahan. Hasil yang tentu saja kurang memuaskan untuk kita, menilik dari beberapa game yang sebenarnya PSM punya potensi untuk bisa dimenangkan.
Dari hasil Seri 1 kemarin, saya mencoba menganalisa bagaimana cara bermain PSM di bawah kendali Milo. Pelatih asal Bosnia ini datang ke Makassar tanpa diiringi rasa optimisme. Bukan saja karena kondisi PSM yang lagi “karut-marut” pada waktu itu, tapi juga soal karir dia di Indonesia sebelumnya yang tidak terlalu istimewa. Yang perlu di-highlight soal pria Sarajevo ini mungkin, keberhasilannya membawa Arema menjuarai turnamen-turnamen yang dibuat selama sepakbola kita tanpa liga karena dibanned FIFA dan tentu saja turnamen-turnamen pramusim. Juara Bhayangkara Cup dan Bali Island Cup pada tahun 2016 serta juara Piala Presiden di 2019. Namun keberhasilannya di turnamen-turnamen tersebut gagal ditularkan dalam kompetisi sesungguhnya yaitu liga. Membawa Arema ke posisi 9 Liga 1 2019, dipecat ditengah jalan ketika membesut Madura United di 2018, dan “kabur” dari Persiba Balikpapan pada tahun 2017.
Lantas bagaimana soal dia dan PSM? Seperti yang sudah terjelaskan sebelumnya, saya tidak lagi mau menerka bagaimana nasib beliau nantinya selama perjalanan liga bersama PSM tapi hanya coba mau menebak bagaiamana alam pikir Milo dalam membesut squad pasukan Ramang di Liga “pandemi” kali ini.
Formasi
Soal teknis yang satu ini, Milo dan hampir semua pelatih tim-tim liga 1 masih menyukai formasi dengan menggunakan 4 bek. Formasi 4-3-3 dengan 4-2-3-1 sebagai pengembangannya, ada pelatih yang menggunakan 4-4-2, ada pula yang memakai 4-5-1. Khusus Milo, dari 6 pertandingan yang telah dilalui, turun dengan formasi 4-3-3 dengan 4-2-3-1 sebagai turunannya. Entah karena keinginan dia memainkan pola itu atau ini semata-mata terjadi karena soal ketersediaan pemain. Bisa ya bisa tidak, atau bisa saja kombinasi keduanya. Soal formasi 4-2-3-1 yang sering dimainkan, sepertinya memang sudah menjadi pakem bermain Milo, Hal ini dapat kita lihat dengan kegemarannya “mengoleksi” DM (defensive midfielder). Tercatat sekarang ada 5 pemain yang punya tipikal seperti itu, Rasyid Bakri, Arfan, Sutanto, Fajar Handika, dan nama terkahir yang baru bergabung Bektur Talgat Ulu.
Tidak mengherankan memang, karena 6 pertandingan yang dilalui, Milo selalu menempatkan dua pemain berkarakter petarung di depan pertahanan. Hal ini makin jelas ketika pertandingan berlangsung, template pergantian pemain di posisi holding ini tidak pernah berubah. Pergantiannya selalu saja sama, satu DM diganti dengan DM yang lain. Ketika harus mengganti keduanya, pun pengganti yang masuk punya karakter yang sama. Amat jarang atau malah tidak pernah sama sekali Milo mengganti salah satu DM nya dengan gelandang sayap atau dengan pemain yang punya tipe menyerang. Ini bisa dimaklumi karena sepertinya pusat permainannya ada disitu, jadi mengganti bentuk di saat game berlangsung terlalu riskan buatanya. Dia seperti ingin berkata, “tidak apa-apa kalau saya mengganti ban dan bumper mobil saya selama perjalanan, tapi mengutak-atik mesinnya sepertinya tak elok”.
Set Play
Ada kebaruan yang dibawa Milo dari sisi cara bermain PSM kali ini. Secara kasat mata, itu bisa kita lihat dari build up play nya yang di mulai dari bawah dengan progresi yang positif. Amat jarang kita melihat Hilman ataupun Saiful sebagai penjaga gawang secara direct membuang bola langsung ke depan. Biasanya selalu di mulai dari dua center back, entah itu Erwin, Kipuw, Rahman ataupun Hasic. Keinginan cara bermain Milo ini seperti dipertegas ketika Serif Hasic datang. Milo punya kecendrungan menyukai center back yang memiliki kemampuan build up dan dribble yang baik. Hal ini dia butuhkan untuk menerjemahkan taktik yang dia inginkan. Itu terlihat di laga debut Hasic ketika PSM bertemu Persik Kediri. Pada posisi skor 2-2, Milo bertaruh dengan memasukkan Hasic menggantikan Erwin. Melihat cara bermain Hasic di laga itu, menjadi masuk akal, kenapa Milo mengganti Erwin bukannya Kipuw. Dia menginginkan dua center back nya punya kemampuan yang sama dalam hal membangun serangan, dan dia melihat ini ada di dalam diri Kipuw dan Hasic, sedangkan Erwin sangat bagus dalam hal one on one dan zona marking namun sangat lemah dalam memulai serangan / Build up. Dan hasilnya kita bisa lihat. Progresi bangunan serang dari bawah yang bagus akhirnya berbuah kemenangan.
Hal ini kembali terlihat di pertandingan terakhir PSM vs Persib. Kalau boleh dikatakan, set play PSM saat itu adalah set play paling brilliant yang pernah Milo lakukan. Turning point nya ketika Abdul Rahman terpaksa ditarik keluar karena mengalami cedera. Di pikiran kita waktu itu, Milo akan menggantikan Rahman dengan memasukkan Zulkifli dengan asumsi Kipuw yang saat itu bermain sebagai Fullback kanan di Tarik ketengah berduet dengan Hasic, sedang Zul mengisi posisi alaminya sebagai bek kanan. Tapi di sini Milo malah memasukkan Erwin Gutawa sebagai pengganti Rahman dan surprisingly Erwin berperan sebagai bek kanan. Banyak pertanyaan, apa mau Milo dengan pergantian itu? Dengan menaruh Erwin di sisi kanan, Milo ingin ketika PSM memegang bola, Hasic maju kedepan membantu dua pivot di area tengah lapangan, sedangkan Erwin, Kipuw dan Abdul Rahman menjadi tiga bek sejajar. Hal inilah yang menyebabkan Klok dan Rashid dipaksa menjelma menjadi gelandang semenjana di pertandingan itu.
Lini Serang
Prasyarat dari formasi 4-3-3 ataupun 4-2-3-1 salah satunya adalah adanya konektifitas antara fullback dan penyerang sayap. Para fullback punya peran yang sangat strategis dalam formasi ini. Ketika di posisi menggantung di tengah, fullback sebagai opsi umpan untuk dua pivot, ketika memasuki lini serang fullback menggantikan posisi penyerang sayap, ketika mereka masuk ke tengah. Milo boleh agak tenang untuk soal ini, karena tampaknya dia sadar, dia punya pemain yang mumpuni mengisi posisi-posisi tersebut. Di lini ini praktis sudah dikuasai oleh empat pemain, Pluim memerankan pemain no 10, Anco Jansen berperan sebagai pemain no 9, dibantu dua sayap cepat Ilham dan Yakob. Sedangkan dua fullback nya telah di isi dua pemain berpengalaman, Zulkifli Syukur di kanan dan ada Abdul Rahman di kiri. Dalam skema yang diterapkan Milo, ketiadaan pemain yang beposisi murni sebagai penyerang tengah membuat 4-2-3-1 nya terlihat sangat cair. Siapapun bisa menjadi pemain no 9. Ke-empat pemain di depan saling berotasi siapa yang akan masuk ke tengah kotak. Anco yang digadang sebagai penyerang tengah ternyata lebih nyaman bermain melebar. Area bermain Anco ini seharusnya menjadi daerah jajahan Pluim, tapi di tangan Milo, ada beban yang terbagi antar keduanya. Peran Pluim bisa diambil alih oleh Anco begitupun sebaliknya. Distribusi bola tidak lagi selalu terpusat ke Pluim.
“tidak jelasnya” posisi Pluim dan Anco, membuat dua penyerang sayap, Ilham dan Yakob selalu punya kesempatan berhadapan dengan gawang lawan. Empat gol sudah dihasilkan, tiga untuk Ilham dan satu untuk Yakob. Peran mereka yang seharusnya melayani penyerang tengah, namun malah menjadi orang yang dilayani. Daya tarik Anco dan Pluim yang sangat besar, membuat banyak ruang yang bisa dimanfaatkan oleh mereka. Saking liarnya lini serang PSM, intensitas crossing dari fullback-fullback PSM menjadi tidak terlalu tinggi. Alasan Pertama karena tidak adanya opsi umpan ke dalam kotak pinalti, karena ketiadaan target man, yang kedua karena peredaran Anco dan Pluim di depan kotak penalti lawan membuat semua umpan mengarah ke mereka berdua sebelum masuk ke dalam kotak, entah itu umpan dari gelandang tengah, umpan dari fullback ataupun umpan dari para sayap. Intinya dalam skema Milo, intensitas penyerangan PSM berpusat di tengah. akan sangat jarang nantinya kita temui crossing-crossing “InsyaAllah” lagi seperti yang selalu dipraktekan pelatih-pelatih PSM sebelumnya.
Melihat Milo, bolehlah sedikit menyisipkan rasa optimisme kita terhadap PSM di tengah isu besar soal kedalaman skuad dan jomplangnya perbedaan kualitas pemain dibeberapa posisi. Di tengah keterbatasan soal pilihan, Milo membuat PSM punya tujuan dan karakter permainan yang jelas. Ada proses berpikir yang terasa di setiap keputusan-keputusan yang diambil. Ada proses analisa mendalam dalam pemilihan starting, strategi pergantian pemain sampai perihal pergantian posisi antar pemain. Pada akhirnya Milo tidak sedang atau ingin menciptakan pemain bintang namun Milo menciptakan pemain yang sesuai dengan kebutuhan. Terlepas nanti PSM menjadi juara atau tidak, but so far this Sarajevo men already did a great job.