Pembangunan stadion Mattoanging sepertinya sudah berada di depan mata. Pasalnya sore kemarin (2/3), di rumah jabatan gubernur, terdapat pertemuan antara pihak YOSS dengan Pemprov yang diwakili oleh Gubernur Sulsel. Dari pertemuan ini menghasilkan keputusan yang nampaknya akan merubah wajah persepakbolaan Makassar. Pihak YOSS (entah bagaimana sebabnya) mengembalikan hak pengelolaan stadion kepada pihak Pemprov untuk selanjutnya di renovasi.
Kabar ini membawa angin segar bagi harapan-harapan yang nyaris usang dari pendukung PSM Makassar, yang tak jenuh-jenuhnya berceloteh di dinding komentar media instagram Pak Nurdin Abdullah. Namun, nampaknya kita tak boleh larut dalam euforia ini. Terlebih lagi belum ada informasi lebih lanjut mengenai progress pembangunan kedepannya.
Selama beberapa tahun terakhir, pemerintah nampaknya belum menaruh perhatian serius pada sepakbola. Banyak klub-klub besar di Sul-sel yang kini nasibnya tampak terkatung-katung. Terus-terusan berlaga di Liga 3 tanpa perbaruan konsep pengelolaan klub dan perbaikan sarana prasarana. Kondisi ini juga diperburuk dengan kurangnya kompetisi yang diselenggarakan pemerintah/swasta saat memasuki waktu-waktu pasca liga 3.
Disisi lain, suporter nampaknya memiliki trauma tersendiri melihat pola pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, jika berkaca pada pembangunan stadion Barombong yang dihentikan pembangunannya pada 2019. Di umurnya yang memasuki 9 tahun, sepertinya stadion Barombong akan dipensiunkan dini, atau mungkin saja dialihfungsikan sebagai ruang terbuka hijau.
Belum lagi permasalahan mentalitas nyeleneh oknum pembangun yang (tidak diminta-minta) menggelapkan dana proyek dengan membuat nota palsu, membeli bahan baku yang murah kemudian melaporkan dengan harga yang mahal. Dugaan seperti itu tengah menjadi bahan gibah di masyarakat, apalagi jika berkaca pada pembangunan stadion barombong yang beberapa peralatannya rusak sebelum digunakan.
Stadion Mattoanging Harus Direnovasi
Sebagai salah satu stadion terbesar di Sulawesi Selatan, Stadion Mattoanging telah menjadi monumen bersejarah dari berbagai torehan juara PSM, dari panasnya nuansa di setiap pertandingan, hingga dinamika persuporteran di Makassar. Di bangun pada tahun 1957, untuk digunakan sebagai venue olahraga PON ke-IV di Kota Makassar, hingga hari ini (63 tahun) belum terlihat adanya perubahan signifikan dari stadion ini.
Coba dibayangkan, stadion yang telah melewati berbagai kompetisi, menjadi saksi atas pembenahan PSM dan pasang surutnya antusias suporter, hingga kini masih tetap bertahan dengan wajah lamanya menghadapi serbuan industri sepakbola. Sungguh sebuah konsistensi yang berat, bertahan ditengah gemerlapnya gedung-gedung megah kota Makassar.
Memasuki stadion Mattoanging nampaknya tak jauh beda dengan beberapa stadion di Sulsel. Tatapan kita akan di suguhkan dengan pemandangan tembok-tembok yang mulai retak, cat-cat mulai memudar, antrian penuh sesak suporter hingga gantungan pakaian di sela-sela pintu masuk stadion. Gambaran ini telah menjadi keunikan stadion mattoanging, sisi lain pembangunan kota Makassar.
Jelang laga PSM bermain, ditandai dengan panjangnya antrian suporter yang berdesak-desakan di pintu masuk stadion. Biasanya panitia hanya membuka beberapa pintu masuk, untuk dilewati ribuan suporter, seperti yang biasanya terjadi di pintu masuk tribun selatan. Pemandangan ini sepertinya menjadi hal yang lumrah bagi panpel dan aparat yang memeriksa tiket penonton satu-persatu.
Tetapi dibalik itu semua, ada perjuangan perempuan-perempuan dan anak kecil yang terhimpit desakan antrian penonton. Yah Stadion Mattoanging dan panitia pelaksana PSM nampaknya belum memahami kondisi perempuan yang sangat rentan mengalami pelecehan seksual. Belum lagi nasib penonton yang membawa anaknya yang masih kecil, akan sangat berbahaya untuk mengantri dan sekedar menonton PSM berlaga.
Ketika pertandingan berlangsung, gemuruh suporter mulai terdengar, taburan drum meriuhkan suasana, beberapa kelompok suporter tengah melakukan atraksi dengan menggerakkan tangan dengan nyanyian yang tak pernah sepi. Diantaranya ragamnya manusia yang menonton PSM berlaga, saya tak pernah sekalipun melihat penonton yang menggunakan kursi roda didalam stadion. Ataukah memang tak ada tempat khusus bagi mereka untuk menonton jagoannya berlaga?
Dari beberapa analisis sempit diatas, sepertinya sudah cukup menguatkan narasi, bahwa PSM Makassar dan masyarakat Makassar membutuhkan stadion yang layak. Stadion yang betul-betul dibangun sepenuh hati seperti anak sendiri. Stadion yang ramah untuk semua manusia, tanpa mendiskreditkan apapun dan siapapun. Lantas apa yang suporter bisa berikan?
Suporter Bisa Apa?
Selain membeli tiket (untuk menambah pundi-pundi pemasukan klub) dan berkoar-koar di kolom komentar instagram Pak Gubernur, rasa-rasanya suporter harus menunjukkan eksistensinya secara nyata, terlibat dalam proses pembangunan stadion ini. Kenapa harus demikian?
Karena dalam setiap pembangunan fisik, pemerintah idealnya mengadopsi model pembangunan partisipatif, yaitu menempatkan masyarakat sebagai subjek aktif dalam pembangunan, dilibatkan dalam proses perencanaan hingga tahap finishing.
Keterlibatan masyarakat merupakan hal yang fundamental, banyak pembangunan yang kurang melibatkan masyarakat kemudian berdampak buruk bagi masyarakat sekitar (seperti reklamasi CPI yang merusak kehidupan nelayan sekitar). Oleh karena itu, suporter harus ambil bagian dalam pembangunan ini, paling tidak menjadi mitra kritis pemerintah.
Sebagai mitra kritis pemerintah, suporter berhak mengontrol dan mengawasi berjalannya pembangunan stadion. Seperti tahap perencanaan, penganggaran, pembangunan hingga penyelesaian. Kritik demi kritik sangat dibutuhkan, karena suporter sebagai pihak yang bakal terdampak dari pembangunan stadion.
Logika konsumen dalam industri sepakbola adalah konsumen berhak didengar setiap saran dan kritikannya, sebagai bagian dari sebuah sistem sosial. Namun untuk sampai ke kritik, dibutuhkan analisis data hasil riset menyoal stadion, yang nantinya dapat digunakan untuk melakukan informasi kepada pihak pemerintah dan masyarakat umum.
Hasil riset ini dapat digunakan sebagai bentuk rekomendasi kepada pihak pemerintah provinsi. Poin-poin yang nampaknya menjadi permasalahan (seperti yang disinggung diatas) akan menjadi pertimbangan pihak pemerintah untuk menentukan bentuk ideal dari stadion seperti yang diharapkan oleh suporter. Dengan begini, suporter juga memiliki kekuatan dan tidak hanya dianggap sebagai ATM berjalan semata.
Sebagai salah satu kota bersejarah dengan klub besarnya, sayang rasanya melihat stagnasi fasilitas olahraga kita. Rasa-rasanya bila Almarhum Ramang masih hidup, beliau mungkin akan terheran-heran melihat bentuk stadion yang nampaknya masih begitu-begitu saja seperti perasaannya padamu. Makassar butuh stadion layak dan suporter harus terlibat dalam pembangunannya, itu saja sudah cukup.