Publik Makassar dan Sulawesi Selatan punya semua alasan untuk mempersiapkan pesta di Makassar akhir pekan ini. Terlalu banyak motif yang jadi latar belakang bagaimana menang dan juara akan sangat berarti bagi mereka. Mulai dari kerinduan yang sudah terlalu lama akan trofi juara, hingga hasrat balas dendam yang meluap-luap atas klub ibukota. Kisah-kisah “hanya hampir juara” di beberapa tahun terakhir sudah cukup memberi luka dan kecewa. Jika ada waktu dan momen tepat yang Tuhan berikan untuk mengobati luka-luka tersebut, maka waktu tersebut adalah saat ini. Momen ini.
Apakah Tuhan melapangkan jalan Juku Eja? Tentu tidak semudah itu. Klub ibukota sekali lagi berdiri diantara PSM dan trofi juara, siap untuk menerkam, memberi luka baru. Drama 4 babak telah dimulai. 2 babak telah selesai di Jakarta, dimana gol Ryuji Utomo 3 menit sebelum pertandingan berakhir menjadi pembeda sekaligus jembatan yang memisahkan dua tim. Gol yang sedikit banyak membatalkan heroisme pertahanan PSM yang di sepanjang pertandingan bermain cukup spartan dan solid.

Dua babak selanjutnya akan dipentaskan jauh dari hiruk pikuk ibukota. Stadion penyelenggara leg kedua tidak akan berokupansi 60 ribu penonton, tidak akan se-fancy stadion ibukota. Namun stadion ikonik di pinggiran Kota Makassar siap menyajikan satu momen historik. Mattoanging akan menjadi saksi satu dari kedua tim yang akan memenangkan kompetisi yang terakhir digelar tahun 2015 ini.работни обувки fw34 steelite lusum s1p 38
normamascellani.it
covorase man
bayern münchen spieler
karl sneakers
addobbi fai da te matrimonio
prestonstadler.com
spoločenské šaty pre moletky
fingateau.com
lifeonthevineministries.com
Piala terakhir yang diraih oleh Pasukan Ramang dari kompetisi resmi datang hampir 2 dekade lalu. Saat Asnawi Mangkualam bahkan belum genap berusia 1 tahun. Beberapa mungkin telah lupa manisnya menjadi kampiun, atau mungkin telah resisten dengan rasa pahit menjadi “hampir kampiun”. Piala yang diperebutkan bukan piala dari kompetisi yang sama dengan 19 tahun lalu, namun prestise dan kebanggaan akan mengantarkan pada statement tebal dalam upaya untuk menasbihkan diri sebagai salah satu kekuatan besar di Indonesia. Bahwa tim ini bukan hanya paling tua, namun juga paling ditakuti.
Juku eja hampir dipastikan tanpa 2 metronom lapangan tengah, Wiljan Pluim dan Marc Klok yang harus absen karena akumulasi kartu kuning dan cedera engkel. Kartu kuning teranyar didapatkan Klok pada pertandingan leg 1 di Jakarta sementara cedera engkel Pluim didapatkan pasca melawan Persebaya Surabaya Rabu (17/7) lalu. Namun tim tamu pun datang dengan pincang. Ramdhani Lestaluhu dan ehm, Steven Paulle juga tak akan memperkuat Macan Kemayoran karena alasan cedera. Namun kondisi tuan rumah tidak lebih baik ketimbang tim tamu yang sudah berminggu-minggu tanpa Ramdani dan Paulle. Coach Darije harus memutar otak bagaimana menyiasati kehilangan dua pemain super penting di pertandingan maha penting.
Pluim baru saja kembali ke performa terbaiknya saat cedera engkel akibat terlalu banyak berdansa di atas lapangan harus memaksanya beristirahat di minggu krusial ini. Tidak mengecilkan pengaruh pemain lain, tetapi PSM tanpa Pluim akan sangat menggelisahkan. Ditambah dengan absennya Klok yang bermain luar biasa disiplin di leg pertama mengawal Bruno Matos, lini tengah akan sangat mudah terekspos. Praktis, lini tengah PSM menyisakan pemain-pemain lokal yang tentu masih bisa diandalkan seperti Rizky Pellu, M. Arfan, Rasyid Bakri, dan pemain muda, Takwir. Atau ada opsi lain seperti mengembalikan Asnawi Mangkualam ke posisi aslinya di lini tengah.
Jika ada faktor X yang akan membantu PSM pada pertandingan ini, itu adalah Mattoanging. Walau harus bermain tanpa pilar utama, PSM di Mattoanging adalah PSM yang berbeda. Julukan “neraka” yang disematkan pada Mattoanging bukan sekedar julukan. Kekalahan terakhir yang didertia PSM di Mattoanging terjadi April 2018 atau sekitar 15 bulan yang lalu, tepatnya pada tanggal 6 April 2018 ketika PSM harus mengakui keunggulan Persela 2-3.
Beberapa pertandingan awal di Liga 1 musim ini dilalui PSM tanpa Pluim dan mereka tetap berhasil menghajar lawan-lawannya di Mattoanging (menang 1-0 lawan Semen Padang dan menang 4-0 lawan Perseru Badak Lampung). Tim tamu sendiri datang dengan track record tandang yang kurang baik. Dari 9 laga away terakhir, tak sekalipun kemenangan mereka raih. Di Piala Indonesia sendiri, 4 pertandingan tandang mereka menghasilkan 3 imbang dan sekali kalah. Maka oleh itu, kekuatan magis si stadion tua ditambah atmosfer yang berasal dari dukungan dan animo seluruh pendukung PSM Makassar akan menjadi senjata utama untuk membawa Piala Indonesia untuk pertama kalinya ke Makassar.
Memutar balikkan defisit di leg pertama bukan hal yang baru bagi Aaron Evans dkk. Menghadapi Bhayangkara FC di babak 8 besar, PSM harus mengakui keunggulan anak asuh Alfredo Vera pada leg pertama dengan skor 4-2. Namun dengan bekal agresifitas gol tandang, PSM berhasil lolos ke babak SF setelah berhasil menang 2-0 pada pertandingan balasan di Makassar. Selanjutnya di babak semifinal, PSM kembali menunjukkan tajinya di pertandingan leg kedua. Menang 1-0 di Makassar, PSM akhirnya berhasil melenggang ke partai final berkat gol tandang yang dicetak Aaron Evans di Madura dalam pertandingan sengit yang berakhir dengan kemenangan 2-1 untuk tim tuan rumah.
Banyak yang setuju jika PSM telah (kembali) menjelma menjadi tim besar di Indonesia, setelah sekian lama hanya menjadi tim grade B. Tetapi sebesar apapun sebuah tim, trofi masih menjadi indikator utama untuk mengukur kesuksesan. PSM Makassar bersama publik Sulawesi Selatan hingga hari ini masih menanti, dan 90 menit adalah jarak yang memisahkan PSM dengan ambisi tersebut. Mari berharap superioritas leg kedua kembali ditunjukkan oleh Ayam Jantan Dari Timur di kompetisi ini. Terkecil yang bisa dilakukan adalah memanjatkan doa untuk pasukan merah di lapangan, doa semoga ada pecah tangis suka cita di ujung laga.
Atas nama penantian yang sudah terlalu lama, semoga ada pelangi di “neraka” Mattoanging.
Because this club and this city deserve it.
Wattunami!