Ini kisah lama, 20 tahun silam. Tetapi bagus dan pas juga, karena bertepatan dengan bulan kegiatan yang diikuti PSM tersebut. Menjadi salah satu peserta pada Turnamen Bangabandhu Cup, Dhaka 1996 yang juga digelar Desember tahun itu. Saya (wartawan Harian Pedoman Rakyat), salah satu dari dua wartawan (bersama Syarif Amir, dari Harian Fajar) yang menyertai lawatan bersejarah tersebut.
Boleh jadi lawatan internasional PSM akhir tahun 1996 itu merupakan satu-satunya (hingga 2017) yang meraih prestasi cukup membanggakan. Bertanding melawan klub dari delapan negara ( Russia, Nepal, Iran, Thailand, Malaysia, India, Indonesia, dan tuan rumah Bangladesh), PSM berhasil memboyong pulang predikat runner up dengan tiga predikat terbaik (tim favorit, pemain terbaik, dan top scorer) setelah dikalahkan Malaysia dengan angka tipis, 1-2, di final.
Hasil ini saya anggap sangat maksimal dan luar biasa. Pasalnya, PSSI memberi kepercayaan kepada PSM sebagai wakil Indonesia hanya seminggu sebelum pertandingan memeringati HUT XXV (16 Desember 1996) Kemerdekaan Bangladesh itu dihelat 31 Desember 1996-10 Januari 1997 itu. Manajemen PSM pimpinan Nurdin Halid sempat bingung juga. Mohon pamit pada Ketua Umum PSM juga tidak sempat dilakukan. Masalahnya, banyak paspor pemain sudah kadaluarsa. Habis masa berlakunya. Untung Jack Tanim, S.H. yang dipercayakan sebagai Manajer PSM ke Bangladesh ini bergerak cepat. PSM harus tiba di Dhaka, ibu kota Bangladesh, tiga hari sebelum pembukaan Turnamen Bangabandhu Cup, 27 Desember 1996.
PSM berangkat dengan memboyong 20 pemain, meski yang ditanggung panitia hanya 18 orang. Nama-nama yang diboyong seingat saya, Izaak Fatari, Luciano Leandro, Musa Kallon, Arief Kamaruddin, Charles Orume Lionga, Ronny Ririn, Ali Baba, Ansar Abdullah, Herman Kadiaman, Eko Ptasetyo, Syamsuddin Batola, Yaconias Sanggemi – pemain muda – Jakson F.Tiago, Bahar Muharram, Ansar Razak, Yuniarto Budi, Hendriawan, Yoseph Wijaya, Ayyub Khan, dan Rahman Usman) dengan pelatih M.Basri, Malawing, Gunadi H.Anta, dan lain-lain.
Keberangkatan PSM ke luar negeri tahun 1996 kini, kedua kali setelah Agustus sebelumnya melawat ke Korea Selatan melawan Pohang Atom Steels yang berakhir dengan 0-4. PSM kalah telak dalam kualifikasi Piala Champions Asia itu, setelah menang tipis 1-0 atas tim negeri ginseng itu di Makassar sebelumnya.
Aroma turnamen Bangabandhu Cup mulai ‘’tercium’’ ketika rombongan memasuki perut pesawat DC 10 ‘’Biman Bangladesh Airlines’’ di Bandara Internasional Changi Singapura, 28 Desember malam. ‘’Official Carrier Bangabandhu Cup Tournament Partisipant’’ (pengangkut resmi peserta Piala Bangabandu) terpampang di dinding pesawat.
Ternyata pesawat transit satu jam di Bangkok, sekaligus menaikkan calon lawan PSM di Grup C, tim Negeri Gajah Putih, Eastern All Star. Tim ini berintikan pemain berusia antara 18-22 tahun dengan pelatih Manop S yang juga mantan pemain nasional Thailand.
‘’Tim kami ini belum pernah mengikuti turnamen di luar negeri dan ini kesempatan pertama mengukir jam terbang melawan tim negara lain,’’ Manop berkomentar ketika saya tanyai.
Pesawat berbadan lebar tersebut mendarat lewat tengah malam (karena ada perbedaan waktu dengan Indonesia) di International Airport Zia, Bangladesh. Sebuah spanduk raksasa menyambut ketika lepas garba rata. Beberapa orang berseragam cokelat menyandang senjata Lee-Enfield (LE) yang dikenal digunakan oleh kesatuan militer Kekaisaran Inggris dan negara Persemakmuran Inggris selama paruh pertama dari abad XX. Bedil ini adalah senapan standar Angkatan Darat Inggris sejak adopsi pertamanya pada tahun 1895 sampai 1957. Senapan tersebut mengalami perancangan ulang dari senapan Lee-Metford yang telah diadopsi oleh Angkatan Darat Inggris pada 1888, Sebagai senapan tempur standar infanteri, senapan ini masih ditemukan dalam penggunaan di dalam angkatan bersenjata beberapa negara Persemakmuran, termasuk dipakai polisi di Indonesia pada tahun 1960-an. Kepolisian India termasuk yang banyak memakai jenis senjata ini ketika saya meliput Asian Games IX tahun 1982 di New Delhi. Produksi total Senapan Enfield diperkirakan telah mencapai lebih dari 17 juta pucuk yang tersebar di seluruh dunia.
‘’Tapi kalau untuk berburu, senjata ini sangat cocok,’’ komentar Atase Pertahanan KBRI Dhaka, Bangladesh, Kolonel CZI Suharnanto, ketika mengantar saya dengan Syarif Amir malam-malam berkeliling Kota Dhaka, termasuk ke lokasi pertemuan tahunan umat Islam se-Dunia di pinggiran kota itu.
Kehadiran PSM di Bandara Zia, tak menarik perhatian wartawan setempat. Mereka memandang sebelah mata tim dari Kota Daeng ini. Terbukti, tidak seorang pun wartawan yang bertanya mengenai tim kami. PSM pun tiba di Bangladesh dengan pengetahuan nol besar terhadap kekuatan lawan. Betul-betul buta dengan kekuatan tim yang akan dihadapi.