Tahun 1915, di salah satu tempat yang kini berubah fungsi menjadi sebuah sekolah menengah atas di Kota Makassar (SMA Neg. 16 Makassar). Disitulah pertama kali klub sepakbola tertua di Indonesia terbentuk.
Pada tahun 1915, di Makassar sudah ada beberapa perkumpulan sepakbola dari berbagai suku bangsa yang berlatih di lapangan karebosi, yang mana merupakan perkumpulan-perkumpulan liar dan belum terorganisasi. Pada saat itu perkumpulan sepakbola Belanda bernama Prosit (Plicht Roept Ons Steeds in Trouw) berinisiatif membentuk suatu gabungan sepakbola dari perkumpulan-perkumpulan sepakbola yang suda ada pada saat itu dengan maksud memajukan dan mengembangkan cabang olahraga sepakbola khususnya di Makassar. Setelah diadakan pertemuan dengan berbagai perkumpulan, akhirnya pada Selasa siang, tanggal 2 November 1915 bertempat di salah satu ruangan dari gedung Osvia dibentuklah suatu gabungan organisasi sepakbola dengan nama “Makassar Voetbal Bond (M.V.B). Pengurus pertama dari M.V.B saat itu adalah Hartwig sebagai ketua, John Paulus sebagai sekretaris, Van Bommel sebagai bendahara dibantu oleh anggotanya yaitu Bouvy, de Hengst, Sagi dan Sangkala.
Kegiatan pertama dari M.V.B adalah menyelenggarakan kompetisi yang melibatkan perkumpulan-perkumpulan sepakbola internalM.V.B seperti Prosit, Hindia-Serikat, Bintang Prijai, Makassaarse Rode Vissen (M.R.V), Osvia dan Jong Makassar (Excelsior), keluar sebagai juara kompetisi pertama saat itu adalah perkumpulan Prosit. Setelah kompetisi antar klub internal selesai, M.V.B mengadakan dan mencari kontak dengan dunia persepakbolaan diluar Makassar dan berhasil mendatangkan keseblasan Quick Surabaia ke Makassar pada Oktober 1926, Excelsior Surabaia pada bulan April 1929 dan pada bulan Juni 1931 melawan keseblasan H.B.S Surabaia. Bukan hanya dari keseblasan-keseblasan Indonesia saja, tim Nasional Australia juga pernah mengadakan pertandingan melawan M.V.B pada tahun 1930-1931.
Tahun 1932 terjadi perpecahan di tubuh M.V.B dimana salah satu anggota klub internalnya yakni Jong Makassar (Excelsior) menarik diri sebagai anggota M.V.B karena sesuatu tindakan yang tidak dapat disetujui. Setalah menarik diri dari keanggotaan M.V.B, Excelsior kemudian membentuk suatu gabungan baru dengan merangkul perkumpulan sepakbola kampung yang diberi nama Celebes Voetbal Bond (C.V.B). Dua tahun kemudian Excelsior kembali bergabung dengan M.V.B. Ketika perang Asia Timur Raya pecah Makassaarse Voetbal Bond berganti nama menjadi Persatuan Sepakbola Makassar (PSM). Pertandingan sepakbola saat pecahnya perang Asia Timur Raya sangat kurang diadakan karena disebabkan beberapa hal, diantaranya para pemain mencari tempat perlindungan yang lebih aman di luar kota. Roda kompetisi selama zaman pendudukan Jepang saat itu tidak berputar.
Berakhirnya perang Asia Timur Raya, tahun 1945 perkumpulan-perkumpulan sepakbola di Makassar mulai mengorganisir dirinya kembali dan terbentuklah pengurus baru P.S.M dibawah pimpinan ketua A.Sagaf. Roda kompetisi kembali berputar pada tahun 1947 dimana PSM mendapatkan kunjungan dari keseblasan China Olympic Football Team, disusul H.B.S Surabaia, Excelsior Surabaia, Tionghoa Surabaia, dan sekali lagi China Olympic Football Team pada tahun 1948.
Tahun 1950, PSM mulai mencari hubungan dengan pihak Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) di Djawa. Hasilnya, suatu keseblasan dari Makassar yang mewakili daerah Indonesia bagian Timur dipanggil ke Djawa untuk mengadakan pertandingan mealwan keseblasan dari Djawa A, Djawa B, dan dari Sumatra. Pertandingan ini dimaksudkan sebagai pertandingan pemilihan pemain oleh PSSI untuk menghadapi Asian Games I di New Delhi tahun 1951. Saat itu terpilih satu pemain dari PSM yang masuk ke dalam skuad PSSI ke Asian Games I, pemain itu adalah Sunar, fullback PSM.
Roda kompetisi PSM yang terus berputar membuat banyak kemajuan pada pemain-pemain PSM, terbukti dari terpilihnya beberapa orang pemain PSM untuk mengikuti latihan-latihan yang dilakukan oleh PSSI dan akhirnya terpilih pula seorang pemain PSM yakni Ramang untuk turut mengambil bagian dalam tour tim nasional Indonesia ke Hongkong, Manila, dan Bangkok. Disinilah Ramang menjadi pemain yang begitu berharga bagi tim nasional Indonesia
Setelah Sunar dan Ramang, berturut turut pemain-pemain dari PSM dipanggil membela timnas Indonesia, seperti Nus Pattinasarany yang ikut dalam Asian Games II di Manila, Maulwi Saelan, Latandang, Suwardi, dan Djamaluddin. PSM dan anggota klub-klub internal terus berusaha menciptakan hegemoni dan minat bagi dunia persepakbolaan di Makassar saat itu dengan terus mendatangkan klub-klub dari luar Sulawesi seperti Union Semarang, Chung Hua Djakarta, PSIM Djokja, Persema Malang, Bintang Timur Surabaya, IPPI Bandung dan PSMS Medan. Pada bulan November tahun 1954, PSM mendapat kunjungan dari keseblasan Kalmar FF dari Swedia dimana saat itu pertandingan berakhir dengan skor imbang 2-2.
Jalannya kompetisi keseblasan-keseblasan internal PSM dan upaya-upaya untuk terus memajukan dan menyempurnakan PSM dari awal terbentuk sampai era tahun 1950-an terus digalakkan oleh pengurus-pengurus PSM. Tidak sedikit pula masalah-masalah yang dihadapi PSM kala itu. Akan tetapi berkat adanya pengertian dan persatuan diantara pengurus PSM dengan anggota-angotanya, masalah-masalah semuanya dapat diatasi dengan baik demi keutuhan dan kemajuan dunia persepakbolaan dikota Makassar. EWAKOOOO PSM MAKASSAR !!!